Rabu, 28 September 2016

Perbaikan Tanah Pada Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat. Struktur perkerasan jalan umumnya terdiri dari beberapa lapisan bahan yang kuat untuk memastikan kekuatannya menahan baban lalu lintas. Untuk perkerasan lentur yang dibahas pada tugas ini lapisan-lapisan perkerasan terdiri dari :

a.         Lapisan permukaan, terdiri dari wearing course dan binder course. Lapisan ini berhubungan langsung dengan beban lalu lintas dan umumnya menggunakan material berkualitas tinggi. Lapisan ini mempunyai karakteristik diantaranya memberikan gesekan pada lapisan permukaan, lapisan permukaannya halus, peredam suara, tahanan dorong, dan drainase, lapis permukaan menahan air dari permukaan agar tidak masuk ke lapisan dibawahnya, (lapisan dasar).
b.        Base course, lapisan yang terdiri dari butiran yang berkualitas tinggi atau material yang mampu menahan tegangan yang tinggi. Lapisan ini merupakan komponen perkerasan lentur yang paling banyak menahan beban.
c.         Subbase, lapisan ini berada di atas lapisan subgrade dan dimaksudkan untuk mengurangi tegangan yang disalurkan dari lapisan permukaan ke lapisan subgrade. Jika butiran yang digunakan pada lapisan subgrade memiliki kualitas yang baik dan diperuntukkan untuk mengantisipasi beban yang kecil, maka laipsan subbase biasanya tidak digunakan.
d.        Subgrade, lapisan subgrade dapat menggunakan material alami di lokasi pembangunan jalan ataupun menggunakan material yang di datangkan dari tempat lain untuk di hamparkan pada lokasi pembangunan jalan. Performance perkerasan jalan dapat ditinjau dari kualitas material dan juga tebal perkerasannya. Kegagalan perkerasan umumnya dimulai dari lapisan paling bawah ke lapisan paling atas, yang biasa digunakan untuk menentukan umur layan.

Gambar 1. Lapisan Perkerasan Lentur
Sumber : Journal of Engineering and Applied Science, 2012

Meskipun lapisan perkerasan sangat berperan dalam kemampuan layan, akan tetapi sukses atau gagalnya suatu perkerasan tidak hanya bergantung pada kualitas material yang berada di atas lapisan subgrade. Kualitas bahan material yang digunakan bisa bermacam-macam, meskipun disarankan menggunakan kualitas yang terbaik. Karena kegagalan perkerasan dimulai dari lapisan dasar maka untuk dikatakan berhasil lapisan subgrade bergantung pada tigakarakteristik dasar sebagai berikut :
1.        Load Bearing Capacity
Lapisan Sub Grade harus mampu menahan beban yang disalurkan oleh struktur perkerasan, load bearing capacity sering kali dipengaruhi oleh tingkat pemadatan, kandungan kelembapan tanah, dan jenis tanah. Lapisan subgrade yang dapat menahan beban dalam jumlah besar tanpa terjadi deformasi berlebihan, maka lapisan tersebut dikatakan baik.
2.        Kelambapan
Kelembapan banyak mempengaruhi karakteristik tanah yang lain termasuk load bearing capacity , kembang, dan susut. Kelembapan dipengaruhi oleh drainase, tinggi muka air tanah, infiltrasi atau pengaruh retak pada perkerasan. Subgrade yang memiliki kandungan air tinggi akan mengalami deformasi yang berlebih ketika menahan beban lalu lintas.
3.        Kembang Susut

Kembang dan susut tanah tergantung pada kelembapan tanah. Selain itu, tanah dengan gradasi butiran yang berlebihan rentan terhadap kembang dan susut ketika terjadi perubahan suhu yang besar.

              METODE DAN ANALISIS PERBAIKAN TANAH
a.                  Perbaikan Tanah Menggunakan Aspal
Stabilisasi didefinisikan sebagai suatu usaha untuk perbaikan sifat-sifat tanah eksisting agar memenuhi spesifikasi teknis yang diharapkan. Stabilisasi, apabila di desain dengan benar, dapat memberikan keuntungan secara ekonomis dan lingkungan dalam aplikasinya pada rehabilitasi dan pembangunan jalan. Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu atau beberapa tindakan, yaitu : meningkatkan kerapatan tanah, Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan atau tahanan gesek yang timbul,  menambah bahan yang menyebabkan perubahan kimiawi dan atau fisis tanah, menurunkan muka air tanah, atau  mengganti tanah yang buruk, (Ausroad,1998).
Stabilisasi tanah dasar pada konstruksi jalan adalah suatu usaha untuk memperbaiki sifat-sifat tanah eksisting agar memenuhi spesifikasi teknis. Pada sistem struktur perkerasan jalan, sifat-sifat tanah tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada kualitas sistem perkerasan, (Ingles dan Metcalf, 1972).
Stabilisasi tanah untuk perkerasan jalan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan. Bahan-bahan tersebut adalah semen, kapur, aspal, atau bahan-bahan kimia lainnya. Hasil stabilisasi tersebut umumnya menunjukkan terjadinya perbaikan yang signifikan. Untuk memilih jenis stabilisasi yang sesuai dapat digunakan pedoman seperti yang terdapat pada Tabel 1 (Ausroad, 1998) dan Gambar 1 (ASTM, 1997).

Tabel 1. Pemilihan Jenis Bahan Stabilisasi
                                     Sumber : Ausroad, 1998


Gambar 2. Jenis Stabilisasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir dan Indeks Plastis
Sumber : ASTM, 1997

Stabilisasi dengan aspal didefinisikan sebagai suatu proses ketika aspal dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan tanah lunak atau agregat untuk membentuk suatu kondisi tanah yang stabil sesuai yang disyaratkan sebagai lapisan tanah dasar. Bahan stabilisasi berupa aspal tersebut akan meningkatkan kohesi antar partikel dan daya dukung tanah serta meningkatkan ketahanan tanah terhadap air.
Lapis pondasi bawah perkerasan suatu ruas jalan yang cukup panjang di daerah yang relatif terpencil akan dibuat dari bahan setempat. Perbaikan tanah ditujukan untuk meningkatkan daya dukung tanah (kemampuan mendukung beban) dan mengurangi kemampuan mampatnya. Metode stabilisasi yang sudah dikembangkan untuk tanah lempung lunak adalah metode stabilisasi kimia dengan kapur atau semen. Tanah lempung memiliki karakteristik kembang susut yang tinggi. Jenis tanah yang perlu diperhatikan salah satunya adalah tanah lempung ekspansif. Disebut demikian karena tanah jenis ini umumnya mempunyai fluktuasi kembang susut yang tinggi dan mengandung mineral yang mempunyai potensi mengembang (swelling potential) yang tinggi, bila terkena air. Untuk tanah lempung ekspansif, kandungan mineral yang ada adalah mineral montmorillonite yang mempunyai luas permukaan paling besar dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak bila dibandingkan dengan mineral lainnya, sehingga tanah mempunyai kepekatan terhadap pengaruh air dan sangat mudah mengembang.
Pada perbaikan tanah menggunakan bahan bitumen sering digunakan tiga jenis bahan yaitu aspal panas, aspal cair, dan aspal emulsi. Sifat-sifat fisik yang diperbaiki pada tanah granular yaitu memberikan kohesi dan menambah kekuatan. Sedangkan pada tanah kohesif pemberian bitumen yaitu tahan terhadap air dan berkurangnya kekuatan akibat penambahan kadar air menjadi berkurang.
Stabilisasi tanah menggunakan aspal berbeda dengan stabilisasi tanah menggunakan semen dan atau kapur. Fungsi aspal pada stabilisasi tanah menggunakan aspal untuk tanah berbutir halus adalah sebagai campuran kedap air, sedangkan untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai campuran kedap air dan pengikat. Kriteria yang diperlukan untuk suatu perancangan stabilisasi menggunakan aspal adalah berdasarkan stabilitas dan ukuran butir.

                                      Tabel 2. Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Stabilisasi 
























            Sumber : Austroads Inc, 1998

            Lapis  pondasi  atas  pada perkerasan lentur biasanya terdiri atas lapisan hasil pemadatan batu pecah, kerikil atau slag yang bergradasi tertentu, atau bahan hasil stabilisasi. Sedangkan lapis pondasi bawah dapat terdiri atas bahan yang sama seperti untuk lapis pondasi atas, tetapi dengan mutu yang lebih rendah. Untuk memastikan bahwa tanah dasar tidak menerima tegangan berlebih, maka lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus mempunyai tebal yang memadai.
CBR yang harus dipenuhi bahan lapis  pondasi  atas  biasanya ditetapkan 100 persen. Namun demikian, lapis pondasi pada perkerasan yang melayani lalu-lintas  rendah  mungkin  tidak menuntut bahan bermutu tinggi, tetapi cukup bahan yang bermutu lebih rendah. Lapis pondasi yang terdiri   atas   bahan   yang distabilisasi aspal atau semen dapat menghemat biaya, karena lapis pondasi dengan bahan tersebut akan menjadi lebih tipis.

b.                 Perbaikan Tanah Menggunakan Fly Ash
Fly ash adalah partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara yang dikumpulkan dengan alat elektro presipirator. Fly ash merupakan kategori limbah yang mempunyai potensi tinggi digunakan dalam konstruksi (Setyawan, 2005).
Proses pembakaran batu bara pada PLTU menghasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah padat. Fly ash dan Bottom Ash merupakan limbah padat sisa pembakaran batu bara. Limbah cair antara lain (oily drain, aux drain, boiler cleaning, ash disposal area, coal pile storage area, boiler blowdown, and FGD blow down).
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi 2 kelas yaitu fly ash kelas F dan fly ash kelas C. Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam ash.
1.        Fly ash kelas F merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batu bara antrachite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%).
2.        Fly ash kelas C merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batu bara lignite atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic serta self cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah kekuatan apabila bereaksi dengan air tanpa penambahan kapur). Fly ash kelas C biasanya memiliki kadar kapur (CaO) > 10%.

Gambar 3. Jenis – jenis Fly Ash
Sumber : Google.com, 2016

Keuntungan menggunakan fly ash pada aplikasi geotechnical engineering, seperti soil improvement untuk konstruksi jalan adalah dari segi ekonomi, lingkungan, dan mengurangi shrinkage-cracking problem pada penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi. Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah fly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil. Namun pemanfaatan limbah fly ash masih belum maksimal dilakukan.
            Fly ash memiliki kandungan SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3 yang cukup tinggi sehingga abu batubara (fly ash) memenuhi kriteria sebagai bahan yang memiliki sifat semen atau pozzolan (Misbachul Munir, 2008). Penambahan fly ash pada tanah ekspansif dimaksudkan agar terbentuk reaksi pozzonic yaitu reaksi antara kalsium yang terdapat pada fly ash dengan alumina dan silikat yang terdapat pada tanah sehingga menghasilkan massa yang keras dan kaku (Gogot Setyo Budi et al. 2003).
Untuk kandungan fly ash sendiri yang diambil dari beberapa sumber diambil dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Kandungan Fly ash
                                        Sumber : Rahmi, 2006

Setyo-budi, et al (2003) melakukan penelitian dengan melakukan variasi penambahan fly ash sebesar 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%, hasilnya sebagai berikut :
Gambar 4. Pengaruh Penambahan Fly ash terhadap Kekuatan Tanah
Sumber : Gogot Setyo-budi, 2003

Apabila tanah tersebut dicampur fly ash dengan presentase 25% dan di curing selama 28 hari maka dapat meningkatkan kekuatan tanah mencapai 300% dari tanah asli.
            Pengaruh pencampuran fly ash terhadap nilai CBR dikarenakan reaksi pozzolanic, Reaksi ini mengakibatkan meningkatnya daya ikat antar butiran tanah sehingga membentuk tanah yang lebih keras dan kaku, keadaan tanah yang seperti ini lah yang menjadikan nilai CBR yang lebih besar dibandingkan tanah asli tanpa penambahan bahan stabilisasi (fly ash). 
Tabel 4. Pengujian CBR Terendam (Unsoaked)
                                 Sumber : Ahmad Ismail, 2015

            Namun pada campuran tanah asli dengan 20% fly ash nilai CBR lebih kecil daripada saat kadar fly ash 15%. Hal ini dikarenakan, terlalu banyak nya kadar fly ash sebagai bahan adiktif atau dengan kata lain, berlebihnya kandungan kalsium sebagai pengikat sedangkan kandungan alumina dan silikat menjadi lebih sedikit sehingga ikatan yang terbentuk antar butiran tanah dan butiran fly ash tidak kuat. Keadaan ini mengakibatkan daya dukung tanah menjadi lebih kecil.
Campuran tanah dan fly ash mempunyai perilaku yang berbeda tergantung variasi campurannya. Untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap tanah lempung dilakukan pengujian berat jenis (specivic gravity), batas konsistensi, gradasi butiran, CBR (calibration bearing ratio) dan kuat tekan bebas.
Hasil uji (Gs) dengan variasi persentase campuran tanah dan fly ash, menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan nilai berat jenis. Pengaruh penambahan persentase fly ash terhadap nilai batas konsistensi. Berdasarkan hasil uji batas cair (LL), penambahan fly ash menyebabkan penurunan nilai batas cair. Hal ini mengindikasikan telah terjadi penyelimutan antara fly ash dengan butiran tanah lempung, yang mengakibatkan butiran lempung sulit menggelincir saat uji batas cair, sehingga batas cairnya turun.
Berdasarkan uji batas plastis (PL), penambahan fly ash mempunyai kecenderungan turun, hal ini disebabkan sifat plastis dan susut tanah lempung dipengaruhi fly ash.
Dari hasil uji CBR diperoleh data, tanah lempung asli dari lapangan memiliki nilai CBR yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan tanah yang telah distabilisasi. Pada CBR tanpa perendaman persentase nilai tanah asli yaitu 22,2% sedangkan persentase nilai CBR dengan perendaman yaitu 3,00%. Persentase nilai CBR teertinggi tanah lempung tercapai pada kondisi penambahan additive 7,5% dengan masing- masing nilai pada CBR perendaman 8,60% dan CBR tanpa perendaman yaitu 38,00%.
Hasil uji batas konsistensi (batas – batas atterberg limits) campuran tanah
dengan penambahan persentase fly ash di bandingkan tanah asli menunjukkan batas cair (LL) mengalami penurunan dan batas plastis (PL) cenderung menurun, maka Indeks Plastissitasnya (IP) menurun. Penambahan fly ash pada tanah asli menyebabakan perubahan gradasi butiran yaitu persentase fraksi kasar akan bertambah. Penambahan fly ash pada tanah ekspansif dengan prosentse fly ash yang tepat dapat meningkatkan nilai CBR tanah (subgrade). Sehingga tanah lempung ekspansif dapat dijadikan sebagai lapisan pondasi dasar (subgrade) jalan apabila terlebih dahulu dilakukan stabilisasi pada tanah tersebut.

3.                  Perbaikan Tanah Menggunakan Semen
Stabilisasi tanah dengan semen diartikan sebagai pencampuran antara tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, yang kemudian dipadatkan sehingga menghasilkan suatu material baru disebut Tanah – Semen dimana kekuatan, karakteristik deformasi, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuikan dengan kebutuhan untuk perkerasan jalan, pondasi bagunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain (Kezdi, 1979 : 108).
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan mutu stabilisasi tanah dengan semen sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mencegah kegagalan dalam pelaksanaan dilapangan dalam pekerjaan konstruksi.
Jenis – jenis semen menurut SNI antara lain  Semen Portland Putih, Semen Portland Pozolan, Semen Portland, Semen Portland Campur, Semen Mansonry, dan Semen Portland Komposit. Jenis semen yang biasa digunakan adalah semen Portland tipe 1, tipe yang paling umum digunakan.
Masalah yang dihadapi dalam penggunaan semen tipe ini adalah pada saat digunakan pada tanah yang mengandung kadar air serta bahan organic, sulfat dan garam-garaman dalam kadar yang tinggi. Kendala lain dari penggunaan semen tipe ini adalah penyerapan air untuk hidrasi semen dan reaksi awal relative kecil yaitu 28 % dari berat semen serta dapat terjadi keretakan.
Penambahan semen akan meningkatkan daya dukung tanah dan memperbaiki daya tahan tanah terhadap air (swelling rendah) sehingga durabilitasnya meningkat. Kandungan semen yang tinggi tidak akan berdampak baik karena berpengaruh terhadap kekuatan campuran (cracking).
Tahapan Proses Kimia pada Stabilitas Tanah Menggunakan Semen :
a.         Absorbsi Air dan reaksi Pertukaran Ion
Bila Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
b.        Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat dan Kalsium Aluminat
Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut :
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2
Dari reaksi-reaksi kimia tersebut diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan ialah hidrasi dari A-lit (3CaO.SiO2) dan B-lit (2CaO.SiO2). Sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat.

4.                  Perbaikan Tanah Menggunakan Kapur
Tanah lempung mempunyai sifat-sifat yang tidak menguntungkan, seperti Bearing Ratio (CBR) rendah, kembang susut (swelling) tinggi sehingga apabila dipergunakan untuk  tanah dasar (subgrade) jalan akan menghasilkan suatu konstruksi yang tidak optimal hasilnya (cepat rusak). Untuk itu, jika akan dipergunakan suatu konstruksi sebaikan nilai Bearing Ratio dinaikkan agar mampu menahan beban di atasnya, kembang susut (swelling) diturunkan agar volume tanah stabil bila kena hujan tidak mengembang sebaliknya bila musim kemarau tidak meyusut terlalu tinggi sehingga retak-retak pada jalan bias dikurangi atau dihilangkan.
Kriteria yang dipakai untuk menilai memuaskan atau tidaknya stabilisasi, didasarkan faktor kekuatan dengan menggunakan parameter kepadatan kering maksimum (d) dan CBR, swelling. CBR merupakan ukuran daya dukung tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu dan kadar air tertentu dibandingkan dengan beban standard pada batu pecah. Dengan demikian, besaran CBR adalah persentase atau perbandingan daya dukung tanah yang diteliti dan daya dukung batu pecah standar pada nilai penetrasi yang sama (0,1 inch dan 0,2 inch). CBR laboratorium diukur dalam dua kondisi, yaitu kondisi tidak terendam disebut CBR unsoaked dan kondisi terendam atau disebut CBR soaked. Pada umumnya CBR soaked lebih rendah dari CBR unsoaked. Namun demikian kondisi soaked adalah kondisi yang serinng dialami di lapangan, sehingga di dalam perhitungan konstruksi bangunan, harga CBR soaked yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan.
Potensi pengembangan tanah dengan berbagai nilai indeks plastisitas (IP) dapat dilihat dalam Tabel 5. Ada dua alasan lempung lebih diperhatikan. Pertama, cukup banyak masalah tanah dalam praktik perekayasaan dan salah satunya masalah lempung. Yang kedua, kapur hanya efektif sebagai bahan stabilisasi pada tanah yang mengandung lempung cukup banyak.
               Tabel 5. Potensi Pengembangan Berbagai Nilai Indeks Plastisitas
                         Sumber : Chen, 1975

Tidak ada komentar:

Posting Komentar