Jumat, 04 September 2015

Teknik Sosro Bahu Temuan Anak Bangsa

 


     Inilah temuan anak bangsa di bidang Teknik Sipil yang mendunia dan patut kita banggakan. Kita harus bangga karena temuan ini digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Dalam melakukan perhitungan, insinyur Amerika Serikat bahkan mematuhi Rumus Sukawati yang dirumuskan Tjokorda. Atas penemuan ini, Tjokorda menerima sejumlah hak paten dari berbagai negara, yaitu dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Teknik Sosrobahu juga digunakan dalam pembangunan jalan layang terpanjang di Metro Manila, pembangunan 298 tiang jalan di Filipina, pembangunan 135 tiang jalan di Kuala Lumpur. Teknologi ini juga sangat menarik bagi Korea Selatan yang terus bersikeras ingin membeli patennya.

Temuan ini ialah Teknik Sosrobahu yang merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang dan ditemukan oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90° sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya.
Teknik ini dianggap sangat membantu dalam membuat jalan layang di kota-kota besar yang jelas memiliki kendala yakni terbatasnya ruang kota yang diberikan, terutama saat pengerjaan konstruksi serta kegiatan pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu kegiatan masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang tidak mungkin dihentikan hanya karena alasan pembangunan jalan.


Latar belakang
Pada tahun 1980-anJakarta yang memang sudah mengalami kendala kemacetan lalu lintas, banyak membangun jalan layang sebagai salah satu solusi meningkatkan infrastruktur lalu-lintas. Sebagai kontraktor saat itu, PT. Hutama Karya mendapatkan order membangun jalan raya di atas jalan by pass A. Yani di mana pembangunannya harus memastikan bahwa jalan itu harus tetap berfungsi.
Dengan permasalahan tersebut, para direksi Hutama Karya berdiskusi setelah mendapatkan order membangun jalan layang antara Cawang sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit diurai, yang diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang beton, satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah dengan bekesting gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal.
Di tengah masalah itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk bahu. Hanya saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena lengan itu nantinya seberat 480 ton.

Ir. Tjokorda Raka Sukawati
Kronologi Ditemukannya Teknik Ini
Ketika Tjokorda memperbaiki kendaraannya, hidung mobil Mercedes buatan 1974-nya diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli secara tidak sengaja. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak. Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apa pun akan mudah digeser. Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidraulik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu.
Kemudian Tjokorda membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah 20 cm yang dibuat sebagai dongkrak hidraulik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.
Untuk membuat rancangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: "Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah". Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, maka akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memberikan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini orisinil idenya karena sampai saat itu belum ada buku yang membahasnya sebab memang tidak ada kebutuhannya.
Masalah lain yang muncul ada variabelnya yang mempengaruhinya, di antaranya adalah jenis minyak yang digunakan yang tidak boleh rusak kekentalannya (viskositas). Urusan minyak menjadi hal yang krusial karena minyak inilah yang meneruskan tekanan untuk mengangkat beton yang berat itu.

Setelah semua selesai, Tjokorda mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah 80 cm yang saling menangkup. Meski tebalnya 5 cm, piring dari besi cor FCD-50 itu mampu menahan beban 625 ton.
Ke dalam ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompoa hidraulik. Sistem hidraulik itu mampu mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2. Angka ini sebenarnya angka misteri bagi Tjokorda saat itu.
Pada pemasangan ke-85, awal November 1989Presiden Soeharto ikut menyaksikannya dan memberi nama teknologi itu Sosrobahu yang diambil dari nama tokoh cerita sisipan Mahabharata. Sejak itu LBPH tersebut dikenal sebagai Teknologi Sosrobahu.
Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78 kg/cm2 yang menurut Tjokorda adalah misteri ketika menemukan alat LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri dan melakukan penelitian dan hasilnya berupa perhitungan susulan dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.
Hak paten yang diterima adalah dari pemerintah JepangMalaysiaFilipina. Dari IndonesiaDirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun 1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan adalah buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan. Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya.
Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1 abad).
Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana untuk pelaksanaannya (memutar bahu lengan beton jalan layang). Sistem ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota) yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada. Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang, sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis.


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosrobahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar